(foto/istimewa)


Dimensintb.com, Mataram - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Selong kembali melanjutkan proses penyelesaian sengketa informasi publik terhadap Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur. 


Agenda persidangan kali ini memasuki tahap sidang pembuktian, yang berlangsung di Ruang Sidang Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan nomor registrasi perkara 062/KINTB/PSI-C/VI/2025.


Dalam rilis yang diterima media ini, Kamis (19/7), Pihak  HMI Cabang Selong menilai bahwa sikap tidak kooperatif dari Dinas Pertanian yang menolak memberikan dokumen publik merupakan bentuk nyata dari pembangkangan terhadap amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.


Adapun dokumen yang dimohonkan adalah Dokumen Kolompok dan By Name By Address (BNBA) penerima bantuan Mesin Rajang Tembakau Tahun Anggaran 2024, yang dibiayai melalui anggaran negara dan menyangkut kepentingan publik luas, khususnya kelompok petani tembakau di Kabupaten Lombok Timur.


Dalam sidang tersebut Muhammad Junaidi Ketua Umum HMI Cabang Selong menyampaikan bahwa HMI Cabang Selong menyerahkan sejumlah alat bukti dan menyampaikan argumentasi yang tidak hanya berbasis hukum positif, tetapi juga berdasar pada nilai-nilai moral dan etika Islam. 


Sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah ayat 229, Allah SWT berfirman yang artinya 'Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik'.


Selanjutnya dikuatkan oleh hadis Nabi SAW yang artinya, "Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian (thalak)' (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim – hadis hasan).


Ayat dan hadis ini menggambarkan bahwa meskipun suatu perkara diperbolehkan (halal), jika dilakukan dengan cara yang tidak baik, maka tetap menjadi perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. 


Maka apalagi dalam urusan pelayanan publik, seperti pengelolaan anggaran negara dan kewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat, seharusnya dijalankan dengan prinsip keterbukaan dan tanggung jawab, sebagaimana dituntut oleh syariat Islam dan hukum negara.


Sementara dalam persidangan, pihak Dinas Pertanian yang diwakili oleh Kabid Perkebunan Lombok Timur menyampaikan dalih bahwa dokumen tersebut memuat Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dianggap dikecualikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.  


Pihak dinas juga mengklaim adanya oknum yang menyalahgunakan nama Dinas Pertanian untuk melakukan penipuan terhadap penerima bantuan, dengan iming-iming akan memberikan bantuan dana.


Namun bagi HMI Cabang Selong, dalih tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menghalangi hak publik atas informasi, terlebih dokumen yang diminta merupakan produk resmi pemerintah (Keputusan Bupati) dan menyangkut penggunaan uang negara. 


Jika terdapat penyalahgunaan oleh oknum, hal itu justru menjadi alasan kuat untuk semakin memperkuat transparansi, bukan malah menutupi informasi dari masyarakat.


Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 19 menegakkan "Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap badan Publik Wajib Melakukan pengujian tentang Konsekuensi sebagaimana di maksud dengan pasal 17 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi pablik tertentu di kecualikan untuk di akses oleh setiap orang.


Atas itu, HMI Cabang Selong menduga pihak Dinas pertanian Lombok Timur tidak pernah melakukan Uji Konsekuensi berdasar peraturan perundang-undangan. 


Ditegaskan bahwa keterbukaan informasi publik adalah fondasi utama bagi pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, khususnya dalam sektor strategis seperti pertanian, yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat di pedesaan.


"Kami komitmen untuk mengawal hak publik atas informasi sebagaimana dijamin dalam konstitusi, mendorong budaya transparansi dan partisipasi dalam tata kelola dana publik, menjadikan persidangan ini sebagai pembelajaran demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan," katanya


Pihaknya juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, media massa, dan organisasi kepemudaan untuk mengawal jalannya persidangan ini secara aktif. 


"Ini bukan semata soal dokumen, melainkan bagian dari perjuangan kolektif untuk menjamin keadilan sosial, pemerintahan yang bertanggung jawab, dan tata kelola yang berpihak pada rakyat," tandasnya.(*)