(foto/istimewa)

Dimensintb.com, Lombok Timur - Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTB bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Lombok Timur dan juga sejumlah Non-Government Organization (NGO) dalam upaya menekan angka kasus Tuberkulosis (TBC) di daerah itu.

Hal tersebut dilakukan demi mensukseskan percepatan eliminasi TBC yang ditargetkan tuntas tahun 2030 mendatang. Selain itu, PKKBI NTB juga mengadakan pertemuan bersama dengan Dinkes dan juga sejumlah NGO bertempat di Rupatama II Kantor Bupati Lombok Timur, Selasa (28/11).

Pada acara itu, staf program PKBI NTB Agus Khairi mengatakan, sebelumnya pihaknya telah melaksanakan program penanggulangan TBC di Lombok Timur dari tahun 2021 sampai tahun 2023 ini.

"Insya Allah akan nyambung 2024-2026, jadi PKBI dalam hal ini bekerjasama dengan Dinkes dan ujung tombak itu di teman-teman Puskesmas Ada program pemegang program TBC di situ," ungkapnya.

Dikatakannya, Selain Dinkes juga dari NGO sendiri, dimana di sejumlah komunitaspun ada kader yang menjadi ujung tombak pengendalian TBC di desa-desa. Dengan kerjasama semua pihak, diharapkannya bisa mempermudah untuk bisa melakukan penemuan kasus TBC.

"Jadi mencari kasus itu yang susah, karena banyak dari para penderita ini malu untuk berobat. Tadi juga disampaikan bahwa setiap 100 ribu penduduk di Lombok Timyr itu ada sekitar 350 orang yang sakit TBC dan itu harus segera ditemukan biar tidak menular," tegasnya.

Namun kata dia, dilemanya saat ini kasus TBC terkesan dihiraukan, padahal Indonesia sendiri saat ini berada di urutan ke 2 dunia dengan angka kasus TBC tertinggi, termasuk juga Lombok Timur didalamnya jadi penyumbang terbanyak.

Akan tetapi kepedulian semua pihak, utaman Pemerintah Daerah (Pemda) masih minim dan terkesan tidak di prioritaskan.

"Maka dari itu kenapa kita undang banyak pihak ini supaya nanti program TBC ini juga menyentuk ke peraturan daerah, paling tidak di desapun mungkin bisa menjadi prioritas untuk di anggaran itu ada prioritas penggunaan dana desa nya untuk penanggulangan TBC," katanya.

Dikatakannya, pda pertemyan itu juga di undang dari banyak organisasi profesi bidang kesehatan seperti diantaranya, ikatan dokter, dokter anak, pihak laboratorium, fsikiater, apoteker, dan lainnya.

Hal tersebut dijarenakan yanf diperlukan saat ini tidak hanya berbicara penanganan tapi juga logistik untuk pencegahan.

"Pencegahan ini kadang yang sering dilupakan, untuk pemeriksaan juga kadang obatnya habis, begitupun terkait terapi setelah terdeteksinya kasus TBC itu," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dan Kesehatan Lingkungan (Kabid P3KL) Dinkes Lombok Timur, Budiman Satriadi mengakui kesulitan utama para puskesmas saat ini adalah belum lengkapnya sarana dan prasarana pendukung pemeriksaan TBC ini.

Saat ini, sentra pemeriksaan yang lengkap hanya 5 dari 35 Puskesmas yang ada di Lombok Timur 2 diantaranya ada di dua Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Satu diantaranya ada di Puskesmas Batuyang, Puskesmas Aikmel, Puskesmas Masbagik, Puskesmas Terara, Puskesmas Keruak, kemudian yang di RS itu ada di RSUD Selong, RSUD Lombok Timur.

Sedang satu puskesmas yang saat inu masih berproses yakni Puskesmas Sakra, "Bulan depan mungkin bisa datang peralatannya di Puskesmas Sakra, tapi masih belum bisa beroperasi kalau tenaga kesehatannya sudah dilatih," katanya.

Budiman menyebutkan, memang saat ini masing-masing menangani kasus TBC setiap hari,  bahkan satu Puskesmas sehari bisa melayani 10 sampai 20 pasien TBC untuk di periksa.

"Itu satu kali pemeriksaan itu 2 jam lamanya atau dua jam setengah lah Prosesnya yang sekali periksa, itu 4 sampel yang bisa diperiksa, jadi sehari itu paling tidak ada 16 yang diperiksa oleh satu tempat pemeriksaan," tandas Budiman.(*)