Dr. H. Ahsanul Halik, Staf ahli bidang Sosial dan Masyarakat Provinsi NTB, saat menghadiri kegiatan Aluna Budaya Pringgasela, Lombok Timur.

Dimensintb.com, Lombok Timur- Pertunjukan bertajuk Sembilan kali lahirnya yang bukan hanya pergelaran seni, tetapi cerminan jiwa, pantulan kolektif dan doa dari masalalu yang disulamkan dalam langkah masa kini. Desa peringgasela bukan hanya sekedar nama, tapi dia adalah tenun hidup dari peradaban yang diwariskan turun-temurun.


Demikian ditegaskan Dr. H. Ahsanul Halik Staf ahli bidang sosial dan masyarakat, dalam pidato yang mewakili Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada pergelaran Even Aluna Budaya Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, (27/7).


"Disinilah benang-benang sejarah dalam motif persatuan, motif kebersamaan dan motif pengabdian kepada nilai luhur," katanya.


Menurutnya tenun disini bukan sekedar kain. Namun ia adalah bahasa dan bicara tentang kerja kolektif, tetangga ibu-ibu menenun dan bukan hanya dengan tangan tetapi juga dengan hati. Ia lahir dari sepi yang bekerja dari ritme menyatu dengan alam serta dari falsafah menyatakan kekuatan, saling melindungi dan saling menjaga.


Karena itu, tenun bukan hanya produk budaya, melainkan ajaran hidup bahwa gotong royong adalah bahasa langit dan kebersamaan adalah takdir terbaik manusia. "Dalam setiap helai benang yang ditenun ada pesan bawa kita yang hanya kuat bila saling menjalin, menambal dan saling menopal satu sama lain," terangnya.


Gelaran Budaya ini, bukan saja nostalgia tapi ini deklarasi masa depan bahwa seperti dari desa Peringgasela inilah dari tanah tenun, dari kampung irama, dari rumah-rumah yang masih bicara dalam bahasa petuah dan pantun. Hal tersebut merupakan langkah membangun masa depan NTB yang makmur dan mendunia. 


Membangun bukan hanya dengan gedung tinggi atau teknologi canggih, Tetapi dengan kearifan lokal yang tidak lekang oleh waktu dengan tradisi yang dihidupkan oleh cinta bukan dipaksakan agenda. Dengan budaya yang tidak sekedar dipamerkan tetapi dihayati, dibela dan diwariskan.


"9 kali lahirnya adalah refleksi. bahwa budaya kita tidak pernah benar-benar mati, ia mungkin diam, mungkin dilupakan sejenak. Tetapi dia akan terus akan lahir kembali dalam irama, dalam tubuh generasi pemuda dan dalam detak desa yang tidak pernah lelah merawat nilai," ungkapnya.


Oleh karena itu, Ahsanul Halik mengajak semua masyarakat dalam momentum ini dan dijadikan sebagai pemantik untuk mendidik anak-anak dengan cerita dan jati diri untuk mendorong wisata di yang tidak hanya eksotik tapi juga etik dan humanis. 


Untuk melanjutkan, tambahnya, dengan semangat Desa Peringgasela membangun dari akar, menjahit dari bawah dan menunggu dengan cinta. "Mewakili Gubernur NTB, saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas terselenggaranya," tandanya.(*)