![]() |
(foto/istimewa) |
Dimensintb.com, Lombok Timur - Imbas dari sikap penolakan terhadap Raperda tersebut, Pimpinan DPRD Lombok Timur melalui Sekwan menyatakan tidak melibatkan dua orang anggota DPRD PDI Perjuangan untuk terlibat lebih jauh dalam pembahasan Raperda tersebut. Diketahui, pembahasan Raperda tersebut akan dibahas gabungan Komisi III dan Komisi IV DPRD Lombok Timur.
Namun, dua orang anggota fraksi PDI Perjuangan yakni Nirmala Rahayu Luk Santi, ST., MM (Komisi III) dan Ahmad Amrullah, ST., MT (Komisi IV), tidak dilibatkan dalam pembahasan Raperda tersebut.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Lombok Timur Ahmad Sukro, SH., M.kn., mengaku geram atas sikap tersebut. Menurut Sukro, sikap tersebut merupakan penghilangan hak anggota DPRD yang tidak melanggar hukum, tetapi juga membahayakan prinsip-prinsip demokrasi dan stabilitas negara (daerah).
"Tidak ada kewenangan siapapun untuk tidak melibatkan anggota fraksi yang menolak Raperda untuk ikut dalam pembahasan Raperda lebih lanjut," ujar Sukro dalam rilis tertulis yang diterima media ini pada Selasa (15/7).
"Maka saya pertanyakan, mereka ini belajar darimana? Ini kan sama saja mengambil hak konstitusi anggota DPRD. Jangan sampai ini jadi ribut. Alasan kami menolak kan jelas, tidak asal-asalan," sambungnya.
Sukro menjelaskan, sikap fraksi PDI Perjuangan yang menolak Raperda secara substansi tidak menghapus hak fraksi untuk tetap dilibatkan dalam rapat pembahasan.
Keterlibatan anggota fraksi (sekalipun menolak) adalah bentuk tanggung jawab konstitusional. Pelarangan anggota fraksi untuk ikut dalam pembahasan Raperda lantaran perbedaan pendapat (menolak) adalah tindakan yang tidak demokratis dan bertentangan dengan prinsip kerja DPRD.
"Ini pelanggaran terhadap asas musyawarah dan keterlibatan (partisipasi) politik yang sehat," ujarnya.
Jika hak anggota DPRD dihilangkan secara sewenang-wenang, hal ini dapat dianggap melanggar asas kepastian hukum dan asas-asas demokrasi. Pembahasan Raperda yang dilakukan tanpa melibatkan anggota DPRD yang seharusnya memiliki hak dalam proses tersebut dapat dianggap cacat hukum.
Sukro menggarisbawahi, tidak ada dasar hukum yang sah untuk mengecualikan anggota fraksi yang menolak Raperda dari pembahasan lebih lanjut.
"Penolakan fraksi terhadap Raperda adalah hak politik yang dijamin oleh hukum. Sementara keterlibatan tetap wajib dan penting. Baik untuk mengoreksi substansi, memperbaiki norma, atau mencatat keberatan resmi dalam risalah rapat. Kami akan bersikap serius atas perlakuan ini," pungkas Sukro.
Dalam berita sebelumnya, PDI Perjuangan menyatakan menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelaksanaan Sub Kegiatan tahun Jamak untuk pembangunan jalan dan gedung wanita oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Anggaran pembangunan jalan dan gedung wanita itu akan bersumber dari pinjaman senilai Rp290 miliar.
Penolakan itu disampaikan dalam rapat paripurna dengan agenda penyampaian Pandangan Umum (PU) Fraksi Demokrasi Bintang Perjuangan Indonesia DPRD Lombok Timur pada Selasa (15/7) hari ini.
Anggota DPRD PDI Perjuangan di DPRD Lombok Timur, Ahmad Amrullah, ST., MT., mengungkap alasan penolakan tersebut. Pihaknya memaparkan sejumlah catatan.
Amrullah menerangkan, jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan PMK No.93/PMK.02/2020 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.02/2018 tentang persetujuan kontrak tahun jamak oleh menteri keuangan. Maka tidak ada kegentingan yang memaksa untuk menggunakan skema tahun jamak.
Amrullah juga menilai, Raperda tersebut secara formil. Setelah pihaknya mencermati secara mendalam, raperda tersebut masih mengandung beberapa persoalan substansial. Di antaranya, pertama, belum melalui proses konsultasi publik yang memadai. Kedua, berpotensi menimbulkan persoalan sosial karena terhambatnya pembayaran akan berpengaruh terhadap pembayaran pekerja.
Mereka berpandangan, belum ada urgensi (kemendesakan) bagi Pemkab Lombok Timur untuk menggarap rencana (proyek) tersebut.
"Jika APBD dan target PAD kita mencukupi untuk pembiayaan kegiatan prioritas maka tidak perlu dilakukan kegiatan tahun jamak (multy years) dengan berhutang," paparnya. (*)
Comments
Post a Comment