H. Ahmat Kepala DP3AKB Lombok Timur (dok/DN) 

DimensiNTB -Lombok Timur,

Kades Lenting bakal dilaporkan ke pihak kepolisian oleh LPA Lombok Timur atas dugaan turut memaksa terjadinya pernikahan usia anak.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lombok Timur, Judan Putrabaya mengutuk sikap dan pernyataan Kepala Desa Lenting Kecamatan Sakra Timur yang diduga memaksa terjadinya pernikahan usia anak.

"Sikap Kades tersebut, bertolak belakang dengan semangat Bupati Sukiman Azmy dalam mencegah perkawinan anak di Lotim," kata Judan Putrabaya kepada media ini, Kamis (18/08).

Lebih Lanjut, Judan menyebut semangat dan kesungguhan Bupati dalam mencegah perkawinan anak nampak jelas dengan diwajibkannya semua desa untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang pencegahan perkawinan anak di bawah umur.

Di samping itu, sambung Judan, Bupati juga telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang hal itu, bahkan saat ini tengah diinisiasi oleh NGO Rutgers untuk ditingkatkan menjadi peraturan daerah (Perda) Pencegahan Pernikahan Anak.

"Seharusnya Desa adalah garda terdepan yang kita harapkan bisa berperan maksimal dalam mencegah perkawinan usia anak. Namun kita tentu sangat miris jika faktanya ada oknum Kades yang malah menjadi Pelopor perkawinan usia anak," ujarnya.

Hal tersebut, mengacu pada UU 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan, setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan orang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau orang lain dipidana karena pemaksaan perkawinan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, atau denda paling banyak Rp200 juta.

Dalam ayat (2) juga disebutkan bahwa yang termasuk dalam pemaksaan perkawinan yaitu menikahkan anak di bawah umur, menikahkan karena alasan adat budaya dan menikahkan orang karena korban pemerkosaan.

Dikatakannya, untuk diketahui bahwa dalam kasus ini pihak keluarga laki-laki dengan didampingi LPA Lotim sudah mengadukan paman dari pihak perempuan ke Polres Lotim beberapa hari yang lalu karena pada dasarnya kedua anak tersebut menolak untuk dilangsungkan perkawinan.

Dengan mengacu pada UU TPKS khususnya Pasal 10 maka siapapun yang terindikasi melakukan pemaksaan perkawinan khususnya anak di bawah umur dapat dikenakan hukuman pidana.

"Kami akan adukan pada pihak berwajib tak terkecuali seorang oknum kepala desa. Saat ini kami sedang menganalisa itu, kalau masuk dalam kualifikasi UU TPKS khususnya Pasal 10, kami akan langsung laporkan," jelasnya.

Dalam kesempatan wawancara dengan media, Judan menceritakan jika anak perempuan asal Desa Lenting sebut saja Bunga usia 15 tahun dipaksa menikah dengan seorang anak laki-laki asal Desa Denggen Timur usia 16 tahun.

Namun kedua anak itu tidak mau dinikahkan, tapi paman dari Mawar memaksa dilangsungkannya pernikahan, bahkan paman dari Mawar mengancam akan membunuh Bunga yang diketahui tidak lulus SD itu jika kembali ke rumah.

"Anak perempuan ini tidak mau dinikahkan, begitu juga dengan anak laki-laki ini dan keluarganya tidak menghendaki terjadinya pernikahan. Tapi paman dari anak perempuan ini mengancam akan membunuh ponakannya. Ini sangat serius dan kami harus lindungi anak ini," jelasnya.

Dikonfirmasi terkait peristiwa itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H Ahmat sangat menyayangkan sikap dari Kepala Desa Lenting.

"Kades itu sangat keliru, padahal di setiap desa ada Perdes untuk pencegahan pernikahan usia anak," katanya.

Lebih jauh kata Ahmat terhadap kasus yang ada di Desa Lenting itu, pihaknya melalui UPT PPA langsung menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan mediasi antara pihak terkait.

"Tim kami langsung turun, ada psikolog juga untuk memberikan pendampingan kepada korban," jelasnya.

Masih kata Ahmat, saat ini Mawar sudah dibawa ke rumah aman milik Dinas Sosial Provinsi NTB untuk beberapa waktu ke depan, hingga akhirnya korban bisa dipulangkan ke keluarganya

"Sekarang korban sudah ada di rumah aman Mataram untuk beberapa waktu ke depan, di sana dia (korban, red) didampingi oleh tim, untuk memulihkan traumanya," jelasnya.

Dia juga menyatakan, jika nanti Mawar telah dipulangkan ke keluarganya, pihaknya memastikan jika tetap akan dilakukan pendampingan, agar pihak keluarga dan korban memahami aturan hukum yang berlaku.

"Kami pastikan lakukan pendampingan, psikolog akan kami turunkan untuk menghilangkan trauma korban dan kepada keluarganya kami akan berikan pemahaman, jika pemaksaan pernikahan anak itu adalah kejahatan serius," tekannya.

Kepala Desa Lenting dihubungi terkait dengan dugaan upaya pemaksaan pernikahan usia anak yang dilakukannya itu, tidak memberikan tanggapan sampai berita ini diterbitkan. (DN/01)