PENERBANGAN : Sebuah peta rute penerbangan Imperial Airways tahun 1935. Dalam gambar tersebut nampak posisi Lapangan Terbang Rambang Lombok menjadi salah satu bandara tujuan penerbangan maskapai asal Inggris ini. (Sumber : Wikipedia) 


Dimensintb.com-Rambang dan Penerbangan Sipil Antar Benua Nyaris tak ada penanda bahwa kawasan ini dahulunya adalah bagian dari mata rantai sejarah penerbangan dunia. Jauh sebelum Selaparang dan Bandara Internasional Lombok (BIL).

Lombok pernah punya lapangan terbang Rambang di Lombok Timur, dilansir dari sebuah artikel Instagram @ kedjoule31. Sebelum perang dunia kedua meletus, Rambang menjadi saksi sejarah rintisan penerbangan antar benua, yang menghubungkan  Australia, Asia dan Eropa.

Dalam Novel Beyond The Blue Horizon, penulis Alexander Frater tak lupa mengenang Rambang. Pria Inggris-Australia ini sekilas menyebut Rambang sebagai salah satu lapangan terbang penting pada dekade 30-an.

Beyond The Blue Horizon merupakan salah satu masterpiece Frater tentang sepak terjang maskapai legendaris Inggris, Imperial Airways. Perusahaan penerbangan ini beroperasi antara tahun 1924  hingga 1939 yang menghubungkan Inggris dengan daerah-daerah jajahannya di Asia, Afrika dan Australia.

Posisi Rambang yang berada di tengah-tengah jalur Singapura-Australia menjadikannya sebagai persinggahan penting bagi Imperial Airways sebelum tiba di benua Kanguru.

Selain Imperial Airways, maskapai kerajaan Belanda, KLM juga menjadikan Rambang sebagai international hubungan dalam penerbangan-penerbangan jarak jauhnya. Tahun 1936 KLM telah membuka rute Batavia-Sydney dimana Rambang dan Kupang menjadi alternatif transit.

Lokasi Rambang sendiri kini masuk wilayah Desa Surabaya, Sakra Timur, Lombok. Bandara ini tak jauh dari pelabuhan Labuhan Haji. Dahulu kehadiran air strip adalah dari respons pemerintah Hindia Belanda untuk memperkuat pertahanan udara serta menopang tingginya  pertumbuhan penumpang dari Eropa ke Hindia dan Australia.

RAMBANG : Para pelaku kru Pesawat Douglas DC-2 PH-AJU “Uiver” milik Maskapai Kerajaan Belanda KLM berpose bersama setelah mengikuti reli udara The MacRobertson Trophy Air Race di Bandara Rambang Lombok Timur tahun 1934.( Tropenmuseum via Wikipedia)

Selepas merintis KLM di tahun 1919, Belanda membangun bandara pertama di Cililitan Jakarta Timur tahun 1924 bernama Vliegveld Tjililitan. Kini bandara tersebut dikenal sebagai Bandara Halim Perdanakusuma.

Beberapa tahun kemudian sejumlah lapangan terbang di wilayah lain dibangun termasuk Rambang.

Namun sejarah Rambang untuk pengangkutan udara tak berlangsung lama. Pendaratan Jepang di Lombok 1942 lekas mengusir Belanda. Jepang menduduki Rambang untuk memperkuat armada laut yang telah tiba dan membangun tangsi militer di sekitar Tanjung Ringgit.

Belanda bersama tentara sekutu sempat kembali setelah kekalahan Jepang pada 1945.  Roger R Marks dalam Queensland Airfield WW2-50 Years On memasukkan Rambang dalam satu dari beberapa lapangan terbang aktif di Nusa Tenggara bersama Lapangan Terbang Bima dan Sumbawa Besar di masa itu.

Namun selepas proklamasi kemerdekaan kawasan ini tak dioperasikan lagi oleh pemerintah Republik. Mereka lebih memilih membangun bandara baru bernama Pelabuhan Udara Rembiga, di Mataram.

Laman resmi Lombok Airports menyebut bandara ini mulai dibangun tahun 1956 dan diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1959. Di awal pengoperasiannya bandara ini dilengkapi landasan  1.200 m x 30 m yang diperpanjang menjadi 1.400 m x 30 m pada tahun 1958 dan 1.850 m x 40 m pada tahun 1992.

Di masa Orde Baru nama Rembiga kemudian diubah  menjadi Bandara Udara Selaparang berdasar Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 30 Oktober 1994. Kemudian pada 1 Oktober 1995  pengelolaan Bandar Udara Selaparang  diambil alih Angkasa Pura .

Tingginya jumlah penumpang dan pertimbangan lain membuat nasib Selaparang sama dengan Rambang. Ia ditinggalkan setelah bandara baru yang lebih besar rampung dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Oktober 2011.

Bandara ini bernama Lombok International Airports berlokasi di Tanak Awu, Lombok Tengah. Sementara itu jejak Rambang kini hanya tersisa tanah lapang gersang, sisa pondasi dan pos TNI AU sebagai pengelola. Nyaris tak ada penanda bahwa kawasan ini dahulunya adalah bagian dari mata rantai sejarah penerbangan dunia.(*)