Jupriadi Salah satu PMI asal Kotaraja, Lombok Timur. (foto/DN) 


Dimensintb.com - Sebanyak delapan orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Lombok yang bekerja di Jeddah Arab Saudi mengaku diteror, diancam akan diputus kontrak sampai mau dipulangkan oleh majikannya tempat bekerja. Kalau tidak mengikuti permintaan dari perusahaan untuk menandatangani surat pernyataan.

Sementara pada sisi lainnya sesuai dengan perjanjian kerja dengan pihak perusahaan diluar perjanjian yang telah disepakati sehingga membuat para PMI asal Lombok berjumlah delapan orang tidak terima, karena dapat merugikan PMII.

Kemudian PMI asal Lombok dalam kontrak dengan PT Amalindo Langgeng tersebut sudah jelas,akan tapi justru malah dalam realita di lapangan melenceng jauh dari apa yang kami harapkan.

Salah satu PMI asal Kotaraja, Lombok Timur, Jupriadi saat memberikan keterangan persnya, Minggu pagi waktu indonesia (16/04) mengaku mendapatkan tekanan, ancaman  dari pihak perusahaan akan memutuskan kontrak dan akan dipulangkan kalau tidak mau menandatangi surat pernyataan yang dianggap merugikannya sebagai PMI.

"Kami tidak mau ada surat pernyataan itu karena dalam kontrak sudah jelas hak dan kewajiban PMI dan perusahaan, tapi tidak dijalankan pihak perusahaan melainkan membuat lagi surat pernyataan yang dianggap memberatkan kami," tegasnya.

Menurutnya pihak perusahaan memaksi kami untuk menandatangi surat pernyataan tersebut dengan kami rela dan siap menerima sistem kerja yang ada di perusahaan dan tidak boleh melaporkan permasalahan kepada kantor kedutaan.

Sementara kami disini sudah bekerja tujuh bulan dengan bekerja 14 jam dalam sehari dan hari liur dua hari dalam sebulan. Maka ini tentu jauh dari kontrak kerja yang ada dengan di cap stempel oleh kedutaan dan pihak perusahaan.

"Kami hanya ingin gaji kami disesuaikan dengan jumlah jam kerja yang telah kami jalani selama ini,tapi pihak perusahaan menolak dan malah mengancam kami," paparnya.

Jupri juga menambahkan pihak perusahaan hanya menggaji kami 1500 real sebulan, sedangkan kesepakatan dalam kontrak delapan jam dalam sehari dan empat hari libur dalam sebelum tidak pernah terjadi.

Sementara pada sisi lainnya KJRI Jeddah dianggap slow respon terhadap persoalan ini. Maka ini yang tentunya sangat kami sayangkan sekali dengan dianggap kurang pembelaan terhadap PMI yang menghadapi masalah seperti saat ini.

"Kami membuat pengaduan sudah dua bulan ke KJRI Jeddah,tapi slow respon," tambahnya.

Ia menandaskan yang kami minta kalau memang ditetapkan sistim kerja yang berlaku saat ini tidak sesuai PK, maka kami minta kenaikan gaji menjadi 2000 real perbulan.

Begitu juga kalau tidak dikabulkan oleh pihak perusahaan maka kami ingin bekerja sesuai dengan PK yang ada tanpa adanya ancaman dari pihak perusahaan atau manapun.

"Jika tidak memungkinkan kami ingin pindah ke syarikah lainnya," pintanya.(*)