Ketua HMI Cabang Selong, Muhammad Junaidi.

Dimensintb.com, Lombok Timur - Akhir-akhir ini di semua platform media masa dipenuhi dengan viral nya Bupati Lombok Timur dengan sikapnya yang tegas dan berani mengambil langkah kongkrit untuk menjawab keluhan masyarakat atas sikap pemandu wisata yang dari luar daerah.


Aksi spontan Bupati Lombok Timur tersebut menuai respon dari berbagai kalangan baik masyarakat, legislatif maupun aktivis.


Terbaru Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Selong memberikan apresiasi atas langkah tegas dan responsif yang diambil oleh Bupati Lombok Timur dalam merespons keluhan pegiat pariwasata yang berada di kawasan Teluk Ekas. 


"Tindakan tersebut merupakan bentuk nyata keberpihakan Bupati terhadap masyarakat lokal khususnya nelayan dan pelaku wisata tradisional yang selama ini termarjinalkan akibat dominasi pelaku usaha dari luar daerah" kata Muhammad Junaidi ketua HMI Cabang Selong dalam rilis tertulisnya pada Jum'at (20/06).


Fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik  penguasaan kawasan wisata surfing oleh botman dari luar daerah, khususnya dari Lombok Tengah, tanpa memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat setempat maupun peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).


Adapun persoalan yang terjadi lebih pada ketegangan sosial antara pelaku wisata lokal dengan pelaku usaha dari luar yang hadir hanya sebagai operator wisata tanpa kontribusi nyata terhadap pemberdayaan masyarakat setempat maupun berkontribusi terhadap PAD.


"Kan seharusnya disini harus sama-sama saling menguntungkan, paling tidak Lotim dapat manfaat dari tamu yang dibawa oleh pegiat wisata dari luar tersebut jangan hanya alamnya saja dimanfaatkan" ungkap ketua HMI Cabang Selong yang juga putra ekas asli tersebut.


Lebih lanjut, hal ini telah menimbulkan ketimpangan sosial dan rasa ketidakadilan di tengah masyarakat nelayan dan pelaku usaha mikro lokal yang selama ini menggantungkan hidupnya dari potensi laut Ekas.


Langkah Bupati menghentikan aktivitas tersebut bukanlah bentuk diskriminasi atau sentimen antar daerah, tetapi merupakan ikhtiar menegakkan keadilan sosial, menjaga kedaulatan ekonomi masyarakat lokal, serta melindungi ruang laut sebagai aset publik yang harus dikelola secara adil dan berkelanjutan sebagai dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (klaster kelautan) Pasal 16 B ayat (2) :


"Pemerintah daerah dapat memberikan prioritas kepada masyarakat lokal dalam pengelolaan ruang, artinya pemberian akses dan pengelolaan ruang laut harus lebih dahulu diberikan kepada masyarakat lokal, bukan justru didominasi oleh pihak luar yang tidak memiliki legitimasi sosial maupun administratif", terangnya.

.

Juna juga menyinggung soal Kaedah Fiqih yang menyebut “Tasarruful Imam 'ala al-ra’iyyah manuthun bi al-mashlahah”

Yang artinya "Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan umum", bebernya.


Junaidi, menegaskan bahwa keputusan Bupati Lombok Timur dalam menghentikan pelaku usaha dari luar dan mengembalikan hak masyarakat lokal merupakan bentuk tanggung jawab syar’i yang mencerminkan kepemimpinan yang berpihak kepada masyarakat 


“Dalam Islam, pemimpin bukan hanya berkuasa, tapi bertanggung jawab atas distribusi manfaat secara adil. Maka, langkah Bupati ini bukan sekadar kebijakan teknis, tetapi refleksi dari tanggung jawab moral dan syar’i dalam menjaga kemaslahatan masyarakat lokal,” tegas Junaidi.


HMI Cabang Selong, mendukung penuh tindakan Bupati Lombok Timur. "Kami ajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama menjaga kedaulatan sumber daya laut sebagai warisan bersama dan bukan komoditas segelintir orang dan kami mendorong pendekatan keislaman dan keadilan ekologis dalam setiap kebijakan tata kelola ruang publik, terutama laut dan kawasan pesisir," tutupnya.